Penulis: Syahri Maghfirohtika
Editor: Triana Rahmawati
Dalam diskursus kesehatan jiwa, dua istilah yang sering digunakan adalah ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) dan ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan). Meskipun terdengar mirip, keduanya memiliki perbedaan mendasar yang penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahan persepsi dan stigma di masyarakat. ODMK merupakan individu yang mengalami masalah kejiwaan ringan hingga sedang, seperti stres berat akibat tekanan sosial, kecemasan, trauma, atau depresi ringan. Orang dengan kategori ini belum menunjukkan gejala gangguan jiwa berat dan umumnya masih bisa menjalani kehidupan sehari-hari dengan bantuan konseling atau dukungan sosial. ODMK berisiko menjadi ODGJ apabila tidak ditangani dengan tepat sejak dini.
Sementara itu, ODGJ adalah individu yang telah mengalami gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, bipolar, atau depresi berat dengan gejala serius seperti halusinasi, delusi, atau perilaku membahayakan diri sendiri dan orang lain. Kondisi ini umumnya membutuhkan penanganan intensif, seperti pengobatan medis jangka panjang, psikoterapi, hingga perawatan di rumah sakit jiwa. ODGJ kerap mengalami gangguan signifikan dalam fungsi sosial dan kehidupan sehari-hari, sehingga proses pemulihan memerlukan waktu dan pendekatan yang berkelanjutan.
Perbedaan utama antara ODGJ dan ODMK terletak pada tingkat keparahan kondisi, jenis gejala, serta bentuk penanganan yang dibutuhkan. ODMK cenderung bisa pulih lebih cepat dengan dukungan sosial dan konseling, sementara ODGJ membutuhkan perawatan medis yang kompleks dan intensif. Baik ODMK maupun ODGJ memerlukan pemahaman, penerimaan, dan dukungan dari lingkungan sekitar agar dapat hidup layak dan memperoleh hak-haknya sebagai warga negara.
Sayangnya, masyarakat seringkali menyamaratakan keduanya sebagai “gila” dan memberikan stigma negatif, padahal pemulihan kesehatan jiwa sangat bergantung pada penerimaan dan empati lingkungan. Pemahaman yang tepat terhadap istilah ODGJ dan ODMK sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang inklusif, adil, dan peduli pada kesehatan mental. Seperti tercermin dalam syair lagu kebangsaan “Indonesia Raya” yang berbunyi “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya”, pembangunan bangsa harus dimulai dari membangun jiwa-jiwa yang sehat dan bermartabat.
Referensi:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Jakarta: Kemensos RI.